27.10.16

Selamat Hari Blogger Nasional

Boleh mengeklaim diri sendiri nggak? Hahaha sepertinya saya orang yang cukup rajin mencarikan informasi (dari internet), terutama jika ada teman bertanya tentang sesuatu. Dengan telepon pintar serbabisa ini saya tinggal mengetik pencarian di mbah google. And then...voila...muncul sederet info tentang hal yang ingin dicari tersebut.

Dari sekian banyak informasi tersebut, ada informasi berupa blog. Orang yang menulis blog-blog ini ternyata lebih rajin (dan selo) daripada saya hahaha. Mereka menulis hal penting sampai yang menurut orang lain nggak penting di blog mereka. Mau cari resep masakan sampai budidaya jangkrik? Ada. You name it. Dan blogger dari Indonesia itu ternyata lebih kreatif. Belum lama ini saya terkagum-kagum dengan beauty blogger Indonesia yang meramu skin care dari bumbu dapur. Yes! Bumbu dapur, Saudara-saudara! Bayangkan! Ragi roti yang biasa dipakai ibu-ibu kita untuk membuat donat, ternyata bisa bikin  wajah mulus bak artis drama Korea. Opo ora whoaa sekali kui?

Jadi, begitulah...untung-rugi teknologi bergantung kepada kita, bergantung kepada tanggung jawab kita karena sekarang ini setiap orang bisa menyebarkan informasi ke seluruh dunia.

Sekali lagi, Selamat Hari Blogger Nasional :)

31.5.16

Dengan Hati

Hujan yang mengguyur semalam di kota ini menyisakan embusan dingin di pagi hari. Dengan cuaca dingin begini, jelas saja alergi dan sinusitis saya langsung kambuh. Bergegas mengenakan baju seragam yang lumayan tebal itu, saya dan beberapa teman segera mencari penghangat tubuh. Penghangat tubuh yang saya maksud adalah sepiring nasi beserta sayur dan sepotong tempe mendoan. 


Kaki pun melangkah memasuki sebuah warung makan sederhana. Tidak tampak kursi "fancy" berjejer seperti di rumah makan pada umumnya. Hanya meja makan dan kursi kayu seadanya. Seulas senyum dari sepasang suami istri menyapa kami, si pemilik kedai. "Teh anget, Mbak?" sapa si ibu dengan ramah. "Injih, Bu." "Mboten ngagem gendhis? (Nggak pakai gula)?" "Sekedhik mawon (sedikit saja)." Biasanya si bapak akan menimpali, "Mangke kalau manisnya ilang pripun? (Nanti kalau manisnya hilang gimana?" Dan saya pun hanya tersipu-sipu mendengar candaan itu. Tak menunggu lama, sepiring nasi sayur, sepotong mendoan hangat, dan segelas teh panas sudah tersaji di depan kami. Selesai membayar, kami pun segera bergegas menuju kantor yang berjarak beberapa puluh meter saja.


Langkah demi langkah mengikuti tanya dalam pikiran saya. Sudahkah saya bekerja dengan hati seperti si bapak dan ibu pemilik kedai makan itu? Mengapa rasa tidak bersyukur selalu mengendap dalam hati kita? Mengapa kita sering tidak maksimal dalam bekerja? Mengapa kita sering menularkan hawa negatif saat bekerja? Jawaban yang paling sering terlontar adalah, "Ya karena pekerjaan ini bukan passion gw!"  Tapi, bukankah kita manusia dewasa yang bisa memilih keputusan yang kita buat?
Ah....


Selamat hari Selasa. Sudahkah bekerja dengan hati hari ini?